10
Rumah asuh itu berjarak 3 jam dari Vancouver. Papa sangat berterimakasih kepada Tuan Smith, tetangga samping flat kami, karena sudah mengantar kami berdua dengan mobilnya untuk bisa melihat sepasang mata indah itu, kaki gembilnya yang bergerak lasak kesana kemari, giginya yang baru saja tumbuh 3, juga rambut kelamnya yang mengeriting lucu.
Sang permata hidup kami, kalau kata Papi.
Putri cantikku, kalau kata Papa.
Usiamu masih 9 bulan waktu itu. Masih begitu bayi, masih begitu lucu (anak Papa sekarang juga masih lucu, kok!)
Jadi waktu itu di ruang tengah rumah asuh itu ada banyak sekali anak kecil. Anak usia 4-9 tahun berlari ke sana kemari bermain kejar-kejaran, anak yang lebih tua membantu yang lebih kecil untuk memakai baju (waktu itu sore hari, anak-anak baru saja selesai mandi sore) sedangkan para bayi disatukan di sudut ruangan dimana ada pagar plastik warna-warni yang mencegah mereka untuk tidak lasak keluyuran.
Papa dan Papi kebingungan. Suster rumah asuh itu bilang bahwa kami bisa berinteraksi dengan anak-anak tersebut sesuka hati, namun bagaimana kami bisa berinteraksi ketika ada sekitar 30 orang anak di dalam ruangan tersebut—terlalu banyak!
Jadi kami berdua hanya terdiam mematung tak tau ingin berbuat apa, hingga tiba-tiba, Papi terlonjak kaget—tangannya sampai memeluk lengan Papa! Papa pikir ia kenapa-kenapa, Papa pun akhirnya mengikuti arah pandang Papi kemudian langsung membulatkan mata.
Tampak seorang bayi—dengan baju bayi berwarna putih bermotif bunga lili—merangkak, terkekeh mengetuk-ngetuk sendal bulu Papimu gemas. (Waktu itu sedang zamannya sandal bulu hahahaha) Papi membeku, Papa pun membeku, terus melihat ke bawah, ke arah anak bayi itu yang masih saja bermain dengan sandal Papi.
“Sayang!” Suster yang ada di sebelah Papa akhirnya menyadari keberadaan bayi tersebut. Ia cepat-cepat berjongkok, menggendong bayi itu hendak menaruhnya kembali ke pojok ruangan tempat para bayi bermain.
Namun sebelum suster itu membawa bayi itu kembali, Papi cepat-cepat mencegat suster tersebut, ia tersenyum canggung ketika suster itu membalikkan badan dengan sang bayi yang ada di gendongannya,
“Bolehkah aku lihat bayinya?”
Dan begitulah pertemuan pertama kita terjadi, yang sepertinya memang ditakdirkan Tuhan. Dirimu seakan memilih kami, Putri Cantikku. Bisa-bisanya kamu melompat kabur dari pagar plastik tersebut, bayi nakal. Tapi kalau tidak nakal mungkin Papa dan Papi tidak akan bertemu dengan dirimu. Kata Papi, kamu anak pemberian Tuhan untuk kami. Kata Papi kamu ada untuk kami. Maka dari itu, ketika usiamu menginjak 2 tahun, kami berdua pun membawamu pulang, membesarkanmu dengan penuh cinta.
Sepertinya mimpi konyol Papi 5 tahun yang lalu benar-benar menjadi kenyataan. Papimu benar-benar melihat masa depan.