Penutup Hari
baelinsh
“jadi gimana hari ini?”
Haechan, dengan senyum terkembang, naik ke atas tempat tidur, berbaring di samping sang suami yang sudah tampak setengah mengantuk.
“Baik,” Mark dengan suara seperti lirihan menjawab.
“Kakak ga rewel?” Haechan bertanya lagi, kini tangannya berkelana ke surai sang suami, memilin pelan surai kelam sedikit acak-acakan tersebut.
“Ngga... paling tadi ngerengek gegara mau minum susu,” jawab Mark, matanya yang tadi masih setengah terbuka mulai menutup, menikmati usapan pelan Haechan pada dahinya.
Haechan tersenyum. “Padahal susu dari aku ada, jadi kamu beliin susunya?”
“Ngga,”
“Waduh, pasti nangis tadi anaknya,” kekeh Haechan.
“Hmm,”
“Capek banget ya? Kamu belum makan malam lho—”
“Papi!”
“Nah kan, barusan aku bilang anaknya pasti nangis, langsung nangis aja anak kamu,” Haechan mendengus lucu. “Bobo di sini aja kali ya. Dia seharian ga ketemu aku nih, ga bisa tidur keknya dia,”
“Iya,”
Setelah mendapatkan jawaban pelan dari suaminya yang mengantuk, Haechan pun melepaskan usapannya pada dahi Mark, beranjak dari kasur lalu berjalan menyambut sang putri yang merengek di tempat tidur kecil di samping tempat tidur mereka.
“Anak papi belum bobo?” Dengan halus Haechan berbicara, mengangkat sang anak lalu menggendongnya. Ia menepuk pelan punggung putri semata wayangnya, membawa sang putri ke tempat tidurnya lalu dengan pelan menidurkan sang putri di antara ia dan Mark.
“Sst... ini susunya sayang,” Haechan memberikan susu kepada putrinya yang mulai menggeliat tak hendak diam. Ia mengelus dahi sang putri, membuat sang putri tenang, menikmati susunya dengan pelan.
Setelah sang putri senang, Haechan pun kembali beralih ke sang suami. “Tau ga, Mama tadi siang ke sini nemanin aku,” Haechan memulai topik. Senyumnya merekah ketika mengingat waktu yang ia habiskan dengan ibu mertua tadi siang. “Aku udah bilang kalau Kakak bakalan pergi sama Papa-nya ke kantor gegara lagi 'hari bawa anak ke kantor' tapi Mama ga percaya, katanya mana ada hari kek gitu. Yaudah deh aku bilang, 'yaudah Mama deh ke sini nemanin aku' dan Mama beneran datang dong, awalnya mau liatin cucunya eh malah berakhir nemanin mantu-nya nonton drama.” Cerita Haechan semangat.
“Hmm,” Mark yang setengah tertidur merespon setiap kata Haechan dengan gumaman rendah. Terlena merasakan jari-jari sang suami bertengger di dadanya; mengetuk teratur juga mengelus pelan dadanya.
“Terus tadi Mama masak juga untuk kamu, itu lauknya ada di dapur, kamu kalau mau makan biar aku panasin,” lanjut Haechan masih dengan senyum yang mengembang.
“Hmm,”
“Eh tau ga sih, aku sangking kebiasannya sama Kakak, tadi siang malah mau bikin buburnya Kakak. Udah aku siapin bahan-bahannya eh Mama ngingatin aku kalau kakak gaada di rumah—eh Nak, udah udah bobo,” seruan semangat Haechan teralih oleh sang putri yang semakin lasak menggeliat melepaskan susunya. Haechan memeluk sang putri, berusaha membuat sang anak tertidur. Ia menatap ke arah suaminya, lalu terkekeh ketika mendengar dengkuran halus mulai keluar dari mulut Mark.
“Ssst bobo ya sayang, liat itu Papa udah bobo,” bisik Haechan tenang mengelus pipi anaknya. Lalu dalam beberapa kali elus, putri Haechan pun tertidur, menyusul sang Papa yang juga telah mendengkur halus.
Haechan tersenyum melihat dua dunianya. Membalikkan badan, ia pun mematikan lampu, menutup hari kedua cintanya yang lelah hari ini.